BUDAYA UNIK TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI DI SANGGAU KALIMANTAN BARAT DAN PANGANDARAN JAWA BARAT

BUDAYA UNIK TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI DI SANGGAU KALIMANTAN BARAT DAN PANGANDARAN JAWA BARAT

Jakarta, 26 April 2022
Oleh Zeni Zaenal Mutaqin, SKM, MKM

(Dosen Penanggungjawab MK Ilmu Sosial Budaya Dasar Jurusan Kebidanan Poltekkes Jakarta I

Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Pada umumnya masyarakat melakukan berbagai tindakan sesuai dengan adat istiadat yang terjadi secara turun-temurun di wilayahnya. Masyarakat menganggap budaya tersebut merupakan keharusan dan akan mengundang bencana bila dilanggar. Dalam teori perilaku Kesehatan Lawrence Green, faktor budaya merupakan bagian dari faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Kematian maternal dan neonatal bukan hanya disebabkan faktor klinis atau penyakit kehamilan, tetapi secara tidak langsung faktor budaya.

Ilmu Sosisl Budaya Dasar (ISBD) merupakan salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh mahasiswa  Prodi Diploma Tiga Kebidanan Poltekkes Jakarta I. Mata Kuliah ini membahas tentang konsep  sosial dan budaya dasar dalam memahami sosial budaya masyarakat Indonesia yang majemuk dan kompleks, serta pengaruh sosial budaya dalam pelayanan kebidanan (kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan bayi baru lahir). Salah satu output pembelajaran mata kuliah ini adalah agar mahasiswa memahami berbagai budaya yang terkait kesehatan reproduksi di Indonesia sehingga ketika menjadi seorang bidan dapat melakukan pelayanan kebidanan dengan baik melalui pendekatan sosial budaya.

Pembelajaran mata kuliah ISBD dilakuan secara teori dan praktik. Praktik pembelajaran ISBD di Prodi D-3 Kebidanan Poltekkes Jakarta I biasa dilakukan dengan mengunjungi daerah yang memiliki budaya yang sangat “kental” khususnya terkait kesehatan reproduksi. Pada Tahun 2019  dilakukan kunjungan ke suku Baduy di Provinsi Banten. Mahasiswa melakukan observasi dan wawancara kepada tenaga kesehatan, ibu hamil, ibu nifas, dan kepada tokoh masyarakat. Hasil observasi dan wawancara tersebut dianalisis sehingga memberikan gambaran budaya masyarakat suku Baduy terkait kesehatan reproduksi mulai budaya pra menikah, menikah, hamil, nifas, menyusui, hingga budaya terkait imunisasi.

Tahun 2021 pandemi Covid-19 belum selesai. Tuntutan kurikulum praktik pembelajaran ISBD harus tetap dilaksanakan. Strategi pembelajaran praktik ISBD di Prodi D-3 Kebidanan Polkesjasa dilakukan dengan cara memanfaatkan aplikasi zoom meeting. Pada tanggal 1 November 2021 dilakukan wawancara secara daring kepada dua orang narasumber praktisi bidan yang bertugas di daerah dengan karakteristik budaya yang “kuat”. Narasumber pertama yaitu Paula Angelina Amd.Keb yang mengabdi di Puskesmas Kampung Kawat Tayan Hilir Sanggau Kalimantan Barat dan kedua  Anisa Toha, Amd.Keb yang bertugas di Puskesmas Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.

Meskipun melalui zoom meeting para mahasiswa mendapatkan penjelasan detail tentang gambaran budaya kesehatan reproduksi di daerah yang sangat kental dengan budaya tersebut. Di awal presentasi narasumber menampilkan foto-foto aktivitas masyarakat di daerah masing-masing dan foto-foto terkait kebudayaan di sana. Selanjutnya dilakukan wawancara dan penjelasa detail terkait peran bidan dalam menyikapi budaya yang terjadi di daerah tersebut.

Berdasarkan penjelasan Paula Angelina Amd.Keb, bidan yang telah lebih 10 tahun mengabdi di Sanggau Kalimantan Barat,  masyarakat di sana masih kuat memegang adat istiadat. Adat budaya terkait kesehatan produksi diantaranya masyarakat di sana wajib mempunyai tali jarik yang berfungsi untuk pegangan saat melahirkan agar lebih kuat dan untuk mengusir makhluk halus. Kemudian setelah menikah tidak boleh makan yang asam-asam karena takut rahimnya asam (lemah kandungan). Ibu hamil tidak boleh keluar lepas maghrib. Jika ingin keluar harus membawa gunting dan peniti. Kemudian tidak boleh mandi air hujan, tidak boleh makan pedas dan telur (karena nanti kalo makan telur takut mulut rahimnya juga keluar saat persalinan). Kemudian ada air selusuh yang disemburkan ke perut ibu, hal ini dipercaya bisa memudahkan proses melahirkan. 99% masyarakat di sana mengonsumsi rempah2 pada masa nifas, seperti jamu-jamuan. Tidak boleh makan yang kuah-kuah setelah melahirkan, hanya boleh makan nasi putih dan ikan teri atau jahe tidak boleh duduk di depan pintu, karena hal tersebut bisa menghambat jalannya lahir. Kemudian tidak boleh potong rambut karena ditakutkan tali pusarnya nanti pendek.

Adapun Anisa Toha, Amd.Keb yang bertugas di Puskesmas Legokjawa Pangandaran Jawa Barat menjelaskan bahwa kebudayaan yang masih dilakukan diantaranya ibu hamil masih bawa gunting, bawang putih, dan dilarang keluar malam. Mitos tidak boleh berdiri di depan pintu dan bapak sang bayi tidak boleh mengalungkan apapaun takut tali pusar bayi terlilit, masih kuat dipegang masyarakat.

Meskipun sesekali terjadi gangguan sinyal dikarenakan lokasi narasumber di daerah, mahasiswa sangat antusias mengikuti kegiatan terlihat dengan banyaknya mahasiswa yang menyampaikan pertanyaan.

Tali jarik yang berfungsi untuk pegangan saat melahirkan agar lebih kuat dan untuk mengusir makhluk halus (Adat masyarakat Sanggau Kalimantan Barat)

Tali jarik yang berfungsi untuk pegangan saat melahirkan agar lebih kuat dan untuk mengusir makhluk halus (Adat masyarakat Sanggau Kalimantan Barat)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kondisi jalan yang dilalui bidan saat bertugas di Sanggau Kalimantan Barat

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Legokjawa Pangandaran

Pemukiman masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Legokjawa Panagndaran Jawa Barat

Dokumentasi mahasiswa Bersama narasumber melalui zoom meeting

 

*Artikel telah dipublikasikan di Buletin SDM Kesehatan Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan Edisi Februari 2022